7 Istilah Bahasa Arab yang Sering Salah Digunakan dalam Percakapan Sehari-hari

Artikel berikut diringkas dari artikel berjudul “Beberapa istilah yang sering salah digunakan dalam percakapan sehari-hari” oleh Adi Victoria. Peringkasan dimaksudkan agar artikel lebih fokus dan mudah dibaca. Untuk keterangan lebih lengkap, mohon kunjungi artikel sumber langsung. Beberapa istilah ditambah dari 5 istilah asal yang dibahas pada artikel aslinya.
Artikel ini dipublikasikan sehari sebelum lebaran karena hampir semua istilah yang dibahas ada kaitannya dengan hari raya esok yang mulia ini.
Ada beberapa penggunaan kata di dalam bahasa arab yang sering kita gunakan di dalam bahasa Indonesia tetapi karena terlalu seringnya kata-kata tersebut diulang sehingga menjadi hal yang biasa. Padahal penggunaan kata tersebut tidaklah tepat. Beberapa kata-kata tersebut adalah :
1. Muhrim
Eh kita kan bukan muhrim, jadi nggak boleh salaman.
Kata muhrim sering sekali kita dengar dan semua orang sudah mahfum dengan artinya yang “lawan jenis yang tidak boleh dinikahi” entah karena faktor sebab sanak saudara dekat karena keturunan, sesusuan, atau hubungan perkawinan. Dengan kata lain, bukan muhrim berarti orang yang boleh dinikahi.
Kata muhrim di dalam bahasa arab berasal dari akar kata حرم – haruma : menjadi terlarang. Kata ini kemudian berubah bentuk menjadi kata حرام (haraam), kemudian أحرم – ahrama (pengharaman), kemudian menjadi الإحرام – ‘al ihraamu‘ (ibadah yang ada hal yang diharamkan atasnya, haji atau umrah) dan kemudian محرم – muhrim (orang yang berihram). Urutan perubahan yang lebih jelas silakan rujuk ke artikel aslinya. Intinya dengan jalur perubahan seperti ini, kata muhrim berarti orang yang berihram, bukan orang yang tidak boleh dinikahi seperti yang dipakai di Indonesia.
Orang yang haram dinikahi disebut mahram. Kata mahram berbeda penurunannya dari kata muhrim. Akan tetapi, kedua kata ini dipahami di Indonesia sebagai orang yang haram dinikahi.
2. Penulisan Wallahu ‘Alam
Banyak orang menulis kalimat yang bermakna “Dan Allah-lah yang Maha Tahu” dengan kalimat transliterasi wallahu ‘alam. Jika diperhatikan, penempatan apostrofnya salah. Kata ‘alam dalam bahasa Arab berarti alam dengan kata lain wallahu ‘alam berarti “Dan Allah itu Alam”. Alam ini tidak jelas maksudnya alam yang bagaimana, sehingga penulisan tersebut salah.
Penulisan yang benar adalah wallahu a’lam. Kata a’lam diambil dari الله أعلم. Kata a’ yang ditransliterasikan dari ع inilah yang berarti lebih pada kalimat tersebut.
3. Minal Aidin Wal Faizin
Pesan ini biasa disampaikan menjelang atau pada saat lebaran. Pengucapnya menyampaikan hal ini dengan maksud untuk meminta maaf satu sama lain. Mereka memiliki mindset bahwa arti kalimatnya adalah mohon maaf lahir dan batin.
Kata minal aidin wal faizin secara literal berarti “dari (yang) kembali dan menang”. Mungkin jika dikonstruksi, maksudnya bisa menjadi ”Semoga Anda termasuk orang-orang yang kembali (ke jalan Tuhan) dan termasuk orang yang menang (melawan hawa nafsu).” Yang jelas artinya bukan mohon maaf lahir dan batin.
Yang perlu dicatat juga, istilah ini hanya dikenal di satu negara : Indonesia. Memang istilah ini berasal dari bahasa Arab tetapi orang Arab yang mendengarnya tidak akan mengerti maksudnya apa.
Ucapan “Minal ‘Aidin wal-Faizin” tidak disarankan untuk diucapkan pada hari raya. Disunnahkan mengucapkan sebagaimana yang Rasulullah ucapkan “Taqabbalallahu Minna Wa Minkum” yang artinya “Semoga Allah menerima (amalan-amalan) yang telah aku dan kalian lakukan”.
Update 19/08/2012 09.00: Menurut Bapak KH. Asep Zaenal Ausop M.Ag (Dosen Agama ITB dan Kepala Bidang Dakwah Masjid Salman ITB) pada ceramah idul fitri yang lalu, kata ini dulu digunakan pada selesai perang. Umar sering meneriakkan kata “minal aidin” kemudian disambut pasukan “wal faidzin”. Kita kembali dan kita menang. “Entah kapan kalimat ini dipindah ke lebaran”, ujar Pak Asep setengah becanda.
4. Silaturahmi vs Silaturahim
Kata silaturahmi sering digunakan sebagai kata yg menggambarkan aktivitas hubungan antar sesama manusia. Aktivitas yg dimaksud adalah aktivitas saling mempererat tali persaudaraan dan kekerabatan. Kata ini kian populer menjelang dan selama bulan Syawal, saat idul Fitri, meski kata ini juga sering digunakann dalam hal lainnya.
Sebenarnya bisa dibilang silaturahmi adalah sebuah salah kaprah, karena jika merujuk kepada asal katanya, bahasa Arab, maka kata yg benar adalah SILATURAHIM.
Memang jika ditinjau penyusun kata, kata silaturahmi dan silaturahim, merujuk pada bahasa Arab, mempunyai huruf penyusun yg sama. Yang membedakan adalah akhirannya yangg otomatis akan mempengaruhi artinya.
Silah itu berarti menyambungkan. Sementara rahmi mempunyai arti rasa nyeri yg timbul (dan diderita sang ibu) pada saat melahirkan. Adapun rahim adalah kasih sayang (ingat: ALLAH SWT mempunyai sifat Ar Rahim, Yang Maha Penyayang).
Dengan demikian, silaturahim = hubungan kasih sayang, sedangkan silaturahmi = penghubung uterus (tali pusar yg menghubungkan ibu dan anak).
5. Idul Fitri artinya kembali suci atau pada fitrah
Sering kita dengar orang mengartikan frasa idul fitri dengan kembali suci atau kembali pada fitrah. Hal ini ditambah dengan gambaran bahwa setelah ramadhan, yang menjalankan ibadahnya dengan baik akan seperti bayi yang baru dilahirkan: suci dan fitrah.
“Barang siapa berpuasa Ramadhan dengan keimanan dan penuh pengharapan, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR Bukhori Muslim).
Namun, secara kebahasan this is not the case. Fitri disini maksudnya adalah berbuka atau kondisi tidak berpuasa. Jadi yang dimaksud idul fitri adalah kembali berbuka atau hari raya menyambut berbuka. Karenanya dalam hari idul fitripun kita dilarang untuk berpuasa. Makna fitri dalam arti berbuka bisa kita ambil dengan mudah dalam hadits berikut :
لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ.
Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kegembiraan yaitu kegembiraan ketika dia berbuka dan kegembiraan ketika berjumpa dengan Rabbnya. (HR Bukhori).
Update 18/08/2012 13:37.
Berikut adalah tambahan beberapa istilah bahasa arab yang sering juga salah digunakan/ ditulis. Tambahan berdasarkan usul dari akh Abrar Istiadi pada kotak komentar di bawah. Istilah berikut tidak dibahas pada artikel aslinya.
6. Penulisan Wa’alaikumsalam
Kata di atas adalah transliterasi yang sering digunakan dari jawaban salam. Akan tetapi, penulisan tersebut kurang tepat.
Penulisan yang tepat adalah wa’alaikumussalam karena dipakai untuk menjawab assalamu’alaikum. Kecuali kalau salamnya salamun’alaikum maka tidak masalah dijawab wa’alaikumsalam(un).
Penulisan kurang tepat yang lain yang juga sering dilakukan adalah hilangnya apostrof (‘) pada kedua frasa assalamu’alaikum dan wa’alaikumussalam. Apostrof ini adalah bentuk pentransliterasian dari huruf ‘ain (ع) . Transliterasi (yang menggunakan apostrof, ع menjadi ‘ain) ini didasarkan pada Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 158/1987 dan 0543b/U/1987 tanggal 22 Januari 1988.
Akan tetapi, penghilangan apostrof juga bisa didebatkan karena dalam tata Ejaan Yang Disempurnakan bahasa Indonesia tidak menggunakan apostrof. Sama seperti kata Al Quran, Jumat, dan doa. Tidak ada tanda petiknya. Akan tetapi, tata EYD itu biasanya diterapkan untuk kata-kata yang sudah diserap. Untuk kata yang langsung dari bahasa aslinya ini saya kurang tahu. Jika merujuk SKB Menteri Agama dan Mentri Dikbud tadi, saya menyarankan untuk memakai transliterasi yang seharusnya pada dokumen resmi. Untuk penulisan kasual (misalnya SMS atau email), saya rasa tidak masalah. Kedua bentuk (memakai dan tidak memakai apostrof) sudah lazim digunakan dan seluruh pengguna bahasa Indonesia sepertinya sudah mafhum bahwa penulisan itu merujuk ke kalimat yang sama.
7. Penulisan Akhwat
Sering kita mendengar sebutan yang memiliki konotasi halus ini digunakan untuk memanggil perempuan. Sebutan ini pun sering diasosiakan untuk muslimah yang sudah berjilbab khususnya sering dipakai oleh kalangan aktivis.
Kata ini merupakan bentuk jamak dari saudara perempuan ukhti atau /ukht/ (أخت). Tulisan jamaknya adalah أخوات yang mestinya dibaca /akhawat/. Dengan demikian, penulisan yang biasa kita lihat ini sebenarnya transliterasi yang kurang tepat.
Sayangnya (atau syukurnya), kata ini sudah diserap menjadi kata dalam bahasa Indonesia sehingga kita punya aturan penulisan sendiri yang bisa dirujuk. Karena kata tersebut diserap, transliterasi (yang sebenarnya kurang tepat) ini sudah diformat-EYDkan dengan menghilangkan huruf a pada kha. Dengan demikian, frasa yang sudah sering kita dengar tadi sudah benar menurut bahasa Indonesia. Menurut KBBI Daring.
akh·wat Ar n (bentuk jamak) 1 saudara perempuan; 2 teman perempuan
Yah, karena negara ini Indonesia memakai bahasa Indonesia, bentuk yang lazim demikian (walau kurang tepat) dan sudah diputuskan menjadi bentuk baku, saya (penulis blog ini) tetap menyarankan memakai bentuk yang ada di KBBI. Akan tetapi, jika Anda menyebut kata ini kepada orang arab, jangan lupa memakai pengucapan yang benar /akhawat/ (أخوات).
Kenal, Bahasa Inggrisnya Apa?
"No knowledge, no love!" Wait what? Tiba-tiba penasaran, konsep "kenal" itu ada nggak ya…
Ada lagi coy…
6. Wa’alaikumsalam
Mestinya wa’alaikumussalam, karena dipake untuk menjawab assalamu’alaikum. Kecuali kalau salamnya salamun’alaikum maka tidak masalah dijawab wa’alaikumsalam(un)
7. Akhwat
Mestinya akhawat (أخوات), yaitu bentuk jamak dari ukht (أخت).
nais info gan..
Syukron atas Ilmu nya,.Jazaakallaahu khoiron
Senang banget baca postingan akhi ini.krn terkadang kesalahan semacam ini jarang diulas.semoga pembaca bisa lbh faham dan dpt memperbaiki nya.. Syukron katsir…..jazakallahu khoiron
sep pencerahannya gan
Hal ini telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hathim.
Suatu hari ketika Rasulullah SAW sedang duduk bersama para sahabatnya, seseorang datang dan mengucapkan, “Assalaamu’alaikum.” Maka Rasulullah SAW pun membalas dengan ucapan “Wa’alaikum salaam wa rahmah” Orang kedua datang dengan mengucapkan “Assalaamu’alaikum wa rahmatullah” Maka Rasulullah membalas dengan, “Wa’alaikum salaam wa rahmatullah wabarakatuh” . Ketika orang ketiga datang dan mengucapkan “Assalaamu’alaikum wa rahmatullah wabarakatuhu.” Rasulullah SAW menjawab: ”Wa’alaika”.
Orang yang ketiga pun terperanjat dan bertanya, namun tetap dengan kerendah-hatian, “Wahai Rasulullah, ketika mereka mengucapkan salam yang ringkas kepadamu, engkau membalas dengan salam yang lebih baik kalimatnya. Sedangkan aku memberi salam yang lengkap kepadamu, aku terkejut Engkau membalasku dengan sangat singkat hanya dengan wa’alaika.”
Rasulullah SAW menjawab, “Engkau sama sekali tidak menyisakan ruang bagiku untuk yang lebih baik. Karena itulah aku membalasmu dengan ucapan yang sama sebagaimana yang di jabarkan Allah di dalam Al-Qur’an.”
Hasan Al-Basri berkata: “Mengawali mengucapkan salam sifatnya adalah sukarela, sedangkan membalasnya adalah kewajiban”
Semuanya benar kecuali minal aidin……..di Arab di pakai …di yaman di pakai terutama di hadramaut…. Makanya di indonesia dipakai, karena islam kita dari sana…
satu lagi…penggunaan subhanallah dan masha Allah.. (http://silviarachmy.wordpress.com/2013/06/21/penggunaan-subhanallah-dan-masya-allah/)
makasih infonya 🙂
ok tapi perlu diketahui bahwasannya ketika bahasa sudah salah kaprah dan sudah masuk dalam pemahaman maka bisa dibenarakan contoh kata jamak dari jalan jika diartikan justru menjadi pemahaman yang berbeda menurut orang jawa
pada kalimat minal aidzin walfaidzin itu memang betul artinya dengan apa yang anda tulis. yakni “dari yang kembali dan menang”. dalam bulan ramadhon itu di ibratkan seperti perang, bahkan rosulullah mengatakan perang yang paling besar adalah perang melawan hawa nafsu
dan mengenai wa’alaikumussalam sudah tepat, krn jika di ucapkan wa’alaikumsalam maka menghilangkan huruf alif lam sebagai tanda ma’rifat (khusus), krn kalo tidak ada alif lam maka jadi nakirah atau umum.
Terima kasih sudah baca dan berkomentar. Tapi saya tidak mengerti maksud Anda. Anda mengoreksi atau bagaimana ya? Soalnya yg Anda katakan itu sudah tertuang dalam teks.
Oh ya, hadits yang Anda katakan itu adalah hadits dhaif.
nggak ada satupun orang arab ngomong sepenggal kalimat “minal aidin wal faidzin” karena itu cuma potongan frase, bukan kalimat yang lengkap SPO-nya (subyek/predikat/obyeknya).
.
kalimat yang bener itu ini :
”Ja alanallahu wa iyyakum minal aidzin wal faidzin”
“semoga Allah menjadikan kami dan anda sebagai orang-orang yang kembali dan beruntung”.
Syukron,
Menarik sekali rangkumannya. Semoga makin banyak yg sadar ya. 🙂
cukup banyak juga ya kesalahan kita dalam berbahasa dan telah menjadi lumrah
Untuk kata silaturahmi itu bukan bahasa arab, tapi sudah menjadi bahasa indonesia (serapan dari bahasa arab), yg kata asli bahasa arabnya adalah silaturahim. Di kbbi sudah jelas silaturahmi itu berarti menjalin hubungan baik. Jika silaturahmi diartikan ke dalam bahasa arab, itulah yg salah. Karena silaturahmi bukan bahasa arab, melainkan bahasa indonesia.dan masih banyak lagi bahasa indonesia yg menyerap dari bahasa arab seperti kursiyun (arab) menjadi kursi (indonesia).
setelah membaca artikel ini, saya tertawa geli. Karna saya dan hmpir kita smua srg mngucapkan n menuliskannya, nmun tdk sdar kalau itu msih ada yg salah. smg ini ckup mmbantu kita
#WajibBaca #SemogaBermanfaat
Kalau “Silaturahmi” artinya menjalin hubungan baik dengan orang yang tidak mempunyai hubungan darah, misalnya, teman, tetangga, dll. Sedangkan “SIlaturahim” adalah menjalin hubungan baik dengan orang yang mempunyai hubungan darah, misalnya, kakak, adik, paman, bibi, keponakan dll. Jadi semuanya benar, hanya kapan kata itu harus digunakan.
Ane nambahin nih…orang orang juga sering ngomong malaikat padahal itu kan bentuk jamak dari malak harusnya malak jibril,malak mikail dll. Jangan malaikat jibril gak nyambung. Trus…penulisan lafadz allah sebenernya gak ada translit yang cocok huat nulis lafadzالله tp yg paling dekat ada yaitu ALLOH..
menurut EYD.. yg benar SILATURAHMI ….
sila lihat ulasan saya di status FB saya:
https://www.facebook.com/photo.php?fbid=10206256172834607&set=pb.1574119980.-2207520000.1458866375.&type=3&theater
Assalamu ‘alaikum
Jazaakallaah khairon ‘alaa haadzihil ma’luumaat almufiidah
Tapi ana agak keliru pada kutipan antum “Ucapan “Minal ‘Aidin wal-Faizin” tidak disarankan untuk diucapkan pada hari raya. Disunnahkan mengucapkan sebagaimana yang Rasulullah ucapkan “Taqabbalallahu Minna Wa Minkum” yang artinya “Semoga Allah menerima (amalan-amalan) yang telah aku dan kalian lakukan”.
kenapa kalimat itu tdk disarankan u/ diucapkan ? padahal itu tdk bertentangan dgn syaria’at islam, dan juga itu termasuk adat orang indonesiayg diucapkan pada nuansa hari raya dan sma skali tdk dilrang dlam islam.. kan kita punya kaidah “al ‘aadah muhakkamah”
trus yg kedua, kata antum kalau kalimat “Taqabbalallahu Minna Wa Minkum” adalah perkataan Rasulullah, tlong brikan kami referensi hadits ini, krn smpai skrng ana blum dapat dibuku2 hadits…..
ana mhon jawabannya akhi… syukron