Telekung

Beberapa hari lalu terdapat dialog yang cukup menarik:
La, ada telekung nggak?
Ha, apa itu?
Hmm, aduh gak tahu ya? Apa ya… Kerudung, jilbab, hijab. Ehmm…
Yang dipake sholat cewek itu loh…
Oh, mukena?
Yap, betul!
[Geleng-geleng] (Maksudnya, tidak ada)
Saya baru tahu kalau orang sini tidak tahu telekung. Padahal, setahu saya kata ini cukup dikenal di Sumatera, setidaknya yang bahasanya ke melayuan sedikitlah.
Di KBBI juga terdaftar kok kata ini.
te·le·kung n kain selubung berjahit (biasanya berwarna putih) untuk menutup aurat wanita Islam pd waktu salat; mukena
Saya juga punya bukti kalau di Bandung kata ini cukup dikenal. Di salah satu toko saya menemukan gambar ini.
Kayaknya kata telekung ini sama dengan kata lokal lain, misal di Lampung kami mengenal kata kedot (kekar), basing (terserah), dan tegik (palak). Kayaknya lain kali saya bakal menulis ttg. hal ini deh, kalau daftarnya udah banyak.
Yah, bodohnya saya juga sih menanyakan hal tersebut kepada orang yang nggak perlu memakainya untuk shalat. Jelas nggak bawa lah. Atau mungkin malah nggak punya. Toh, semua pakaiannya bisa buat shalat kan.
Kalau dipikir-pikir, malah, pertanyaan tersebut justru insulting yah? Kalau ditanyakan kepada akhwat yang selalu memakai baju shalat.
Saya mohon maaf atas kesalahan saya tersebut. Waktu itu kondisi darurat, jadi saya terpaksa bertanya.
Komentar Tambahan
Enak banget ya. Nggak usah beli mukena mahal-mahal. Nggak usah berat-berat bawa-bawa mukena kemana-mana. Ya, kayak cowok aja. Pakaian biasa ya pakaian shalat. Kalau mau shalat tinggal shalat. Asal bersih, nggak perlu bingung ganti baju.
Oh ya, berkaitan hal ini ada kutipan senada (yang teksnya lebih bagus dari paragraf tulisan saya di atas) yang beberapa saat lalu juga lewat di news feed:
Alhamdulillaah, betapa Allah bermaksud memudahkan muslimah dengan perintah berhijab. Dengan hijab yang memenuhi kriteria syari’at, maka kita tak perlu repot mencari mukena ketika tengah safar atau bepergian. Karena sesungguhnya, aurat wanita itu di dalam dan di luar shalat, adalah sama. Sama-sama harus menutup seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan.
Dengan sepasang jubah longgar dan jilbab panjang plus kaus kaki, (yang tentunya suci dari najis ya..) kita sudah bisa melaksanakan shalat. Bandingkan dengan mereka yang tidak menutup aurat, atau menutup aurat tapi tidak sempurna. Jadi, tidak perlu lagi membawa mukena di tas atau antri mukena di masjid ketika akan shalat.
Lebih lengkap mengenai hijab, baca tuh artikelnya. Bagus loh.
Btw, terus kepikiran ini. Mereka-mereka itu berarti nggak menerima seperangkat alat shalat sebagai mahar ya. Wong udah punya banyak. Hehe… Just saying.
Kenal, Bahasa Inggrisnya Apa?
"No knowledge, no love!" Wait what? Tiba-tiba penasaran, konsep "kenal" itu ada nggak ya…
sya bru thu istilah ‘telekung’…
ditempatku namanya juga telekung mas…
oh iya? dari mana asalnya?
bukittinggi mas 😉
Kayaknya emang di semua sumatera disebutnya telekung deh. Daerah melayu gitu.
haha,lucu.. ya inisiatif sendiri lah, klo bajunya gak kaya jubah, berarti harus bawa mukena sendiri, ga usah repot2 pinjem ato ngantri. nyusahin diri sendiri juga nyusahin orang lain..just saying jg..hha..
Tidak banyak memang orang yang mengenal mukena sbagai Telekung, meskipun fungsinya sama yaitu sebagai pakaian penutup ketika sholat
di makasar juga sama,telekung(talakko)
hahaha